Jumat, 27 November 2015

[Cerpen] Isyarat Brownies Cokelat

Isyarat Brownies Cokelat
Oleh: Miss Dhe
 (Menjadi Juara 2 pada Event Menulis Cerpen yang diselenggarakan Penerbit Hanami tema Trilogi Jatuh Cinta)
Air sisa hujan sore tadi masih membasahi bangku yang Varian duduki, tapi laki-laki itu tidak peduli. Dia hanya membutuhkan tempat berlari. Melihat kebersamaan Ghia dengan laki-laki selain dirinya selalu membuat dadanya ngilu, terlebih laki-laki itu adalah Gilang. Orang yang pernah mengisi hati Ghia beberapa tahun lamanya. Cemburu. Sepertinya kata yang paling tepat untuk menggambarkan perasaan Varian.
“Kamu kabur?” cetus Dhea dengan nada mengejek, yang dibalas dengan decakan kesal dari Varian.

“Kenapa ikut kabur?” sahut Varian tak acuh tanpa menatap gadis yang memiliki wajah sama dengan gadis yang membuatnya tidak betah berada di pesta yang diadakan di rumahnya sendiri. Pesta ulang tahun kakak perempuannya yang seharusnya menyenangkan baginya.
Dhea terkekeh dengan suara yang selalu terdengar mengejek di telinga Varian, “Mana mungkin aku membiarkanmu sendiri. Aku tidak mau besok didatangi polisi yang menemukan jasadmu!”
“Ck!” Dhea terbahak melihat wajah Varian yang lucu ketika laki-laki itu kesal lalu menonyor kepala Varian tanpa rasa bersalah. Sementara Varian hanya diam, tidak berniat meladeni Dhea yang memiliki sifat berbanding terbalik dengan Ghia, saudara kembarnya. Ghia memiliki sifat kalem dan anggun, sementara Dhea kebalikannya. Cuek dan sedikit urakan.
Dhea menyodorkan benda berwarna cokelat dengan harum khas yang selalu disukai Varian, “Sepertinya kamu membutuhkan doping supaya cemburumu hilang,” ucapnya santai.
“Ck, kamu tahu saja apa yang aku mau. Terima kasih,” sahut Varian seraya mengambil benda itu dan segera melahapnya dengan ganas. Varian selalu suka dengan sensasi pahit setelah kuyahan ketiganya menggantikan rasa manis kue dengan warna cokelat gelap itu. Brownies, kue favorit Varian sejak laki-laki itu mencicipinya di rumah Dhea beberapa tahun lalu. Sebenarnya bukan masalah apa kuenya, tapi siapa yang meberinya waktu itu. Ghia.
“Brownies itu seperti Ghia, manis dan menggiurkan. Tapi setelah kunyahan ketiga rasa pahitnya baru muncul,” Dhea terkekeh mendengar ucapan Varian yang entah sudah keberapa kalinya. Karena setiap Varian memakan brownies, dia akan menganalogikan kue itu dengan Ghia.
“Dasar bodoh!” umpat Dhea lalu tertawa, menertawakan Varian juga dirinya sendiri.
@@@
Dhea menepuk bahu Varian yang berdiri mematung di ambang pintu gerbang rumah Dhea, pemandangan yang dia lihat seketika meluruhkan tekatnya.
“Mereka resmi kemarin di pesta ulang tahun kakakmu,” ucap Dhea tanpa ditanya. Sementara Varian hanya menatap nanar dua sejoli yang sedang duduk berdampingan sambil tertawa-tawa, bahkan Ghia dan Gilang tidak sadar ada dua manusia yang sedang mengawasi mereka.
“Bagaimana bisa?” cetus Varian dengan suara tercekat.
“Ck, retoris. Melihat riwayat hubungan mereka dan kedekatan mereka akhir-akhir ini, orang bodoh juga tahu kalau mereka bakal balikan,” sahut Dhea yang sebenarnya tidak dibutuhkan Varian. Pertanyaannya memang retoris karena dia tahu dari gelagat Ghia yang akhir-akhir ini sering menolak ajakannya pergi dan sering absen hangout bersamanya dan Dhea.
Varian membalikkan badan dan berjalan meninggalkan rumah Dhea bersama perasaannya yang berkecamuk, meninggalkan Dhea yang hanya menatapnya nanar.
@@@
Kedua alis Varian bertaut ketika melihat sekotak brownies telah bertengger manis di meja terasnya pagi itu, tanpa pikir panjang Varian mengambil brownies itu lalu membawanya masuk ke dalam rumah.
“Kamu datang dari mana?” Tanya Varian pada sekotak brownies di hadapannya, “Tidak mungkin dari Ghia ‘kan? Ghia sudah resmi menjadi kekasih Gilang kemarin lusa.”
Varian menghela napas panjang, mencoba menetralisir dadanya yang masih berdenyut sakit saat mengingat gadis pujaannya itu lebih memilih kembali pada mantan kekasihnya dibandingkan dengan dirinya yang selama ini selalu hadir dalam keterpurukan Ghia pasca putus dengan Gilang.
@@@
Sekotak brownies dari entah siapa itu setiap pagi menyapa Varian di teras rumahnya, walau tidak tahu siapa pengirimnya seolah laki-laki itu akrab dengan rasa brownies anonim itu. Aroma dan rasa yang begitu pas di lidahnya membuat Varian tidak pernah rela menyisakannya sedikit pun.
Bahkan kini dia lebih tertarik dengan brownies yang mungkin dikirim oleh secret admirer-nya ketimbang terlarut dalam perasaan sakit hatinya atas kembalinya Ghia dan Gilang. Seolah kue brownies itu sebuah isyarat untuknya supaya tidak bersedih lagi, karena ada sosok lain yang akan dia temui selain Ghia. Setidaknya itu yang kini berkembang dalam pikiran Varian.
Membayangkan siapa pengirim brownies itu membuat dada Varian berdesir tanpa sebab dan merasakan kembali perasaan yang menggelitik perutnya dan membuatnya tanpa sadar tersenyum sendiri.
“Kamu kenapa? Kesurupan?” suara Dhea yang ketus membuyarkan lamunan Varian, menyebabkan laki-laki itu seketika memukul lengan Dhea dengan kesal.
“Woii… santai, Bro. Kenapa sih? Jangan-jangan…” cetus Dhea dan hampir mendapat pukulan lagi dari Varian kalau dia tidak berhasil mengelak.
“Ck! Aku tidak sekotor itu!” kesal Varian tidak terima dengan tuduhan Dhea yang bahkan dia paham tanpa harus mendengar ucapan Dhea sampai selesai.
“Hahaha, aku tahu kamu bukan laki-laki seperti itu. Aku bosan, bagaimana kalau kita pergi ke bioskop?” tawar Dhea yang seketika membuat Varian menarik rambutnya yang dia biarkan tergerai.
Varian menatap Dhea kesal, “Bukan gaya kita hangout ke bioskop. Kamu sedang kasmaran?”
Dhea berdecak kesal, tertular atmosfer yang melanda Varian. Dhea kemudian duduk di samping Varian sembari melingkarkan tangannya dibahu temannya itu, “Tidak perlu kasmaran dulu untuk menonton ke bioskop, aku ingin pergi menonton film action terbaru. Kalau kamu tidak mau aku akan pergi dengan yang lain, hwek!”
“Oke, aku mau!” seru Varian ketika Dhea telah meninggalkannya beberapa langkah. Dhea tersenyum penuh kemenangan kemudian memberi isyarat kepada Varian untuk mengikutinya.
@@@
“Kenapa tidak ada adegan action-nya?” tanya Varian dengan berbisik. Tatapan bodohnya terarah pada layar bioskop yang menampilkan sepasang kekasih yang tengah bermesraan di tepi pantai ditemani cahaya jingga matahari senja.
Dhea menghela napasnya panjang. Entah mengapa tiba-tiba dia merasa kesal kepada teman baiknya itu. Dhea merogoh ransel di pangkuannya kemudian melemparkan benda yang beberapa hari ini rutin dia bawa.
Varian menatap benda kotak itu dengan seksama lalu mengerutkan keningnya ketika merasa begitu familiar, “Bagaimana bisa kamu memilikinya?”
“Aku pemiliknya,” sahut Dhea kemudian menatap layar kembali.
“Kamu?”
Dhea mengangguk.
“Hanya satu orang yang bisa membuat brownies dengan rasa seperti ini. Tapi itu bukan kamu,” cetus Varian tidak percaya.
Dhea mencebik, “Kamu pikir Ghia bisa membuat brownies jika dia bahkan untuk menghidupkan kompor saja tidak bisa?!” bentak Dhea dengan suara meninggi. Tak peduli dengan pengunjung lain yang segera menghadiahinya dengan tatapan tajam.
“Jadi? Kamu?” Varian masih belum bisa mempercayai apa yang terjadi. Dhea? Gadis yang membuatnya begitu tergila-gila dengan brownies. Bukan Ghia seperti yang dia kira selama ini.
“Ya. Aku menyukaimu. Bukan. Aku mencintaimu, Var. Aku yang mencintaimu. Bukan Ghia,” tegas Dhea sebelum beranjak meninggalkan kursinya. Varian tertegun.
“Dasar bodoh! Bagaimana aku bisa tahu kalau kamu juga menyukaiku jika selama ini tingkahmu seolah-olah tidak menganggapku sebagai seorang laki-laki,” Varian terkekeh kemudian menyusul Dhea keluar dari gedung bioskop.

The End

Tidak ada komentar:

Posting Komentar