Senin, 07 Mei 2012

[Cerpen] My Handsome Prince Called Queen



My Handsome Prince Called Queen
By: Miss Dhe
Dafa menatap prihatin adik sepupunya yang terbaring lemah di salah satu kamar inap di rumah sakit Ayahnya, sudah hampir tujuh hari ini Queency atau biasa dipanggil Dafa dengan sebutan Queen, tak sadarkan diri akibat dari kecelakaan.
"Kakak?" ucap seseorang menyentakkan Dafa yang tengah melamun.
"Melanie?" pekik Dafa tak percaya dengan indera penglihatannya, gadis yang satu minggu lalu baru saja berangkat ke Singapura kini sudah ada dihadapannya.
"Kenapa kamu ada disini?" tanya Dafa seraya membantu Melanie yang tampak kacau masuk ke kamar inap Queen. Dafa mendudukkan Melanie di sofa lalu menyuruhnya minum segelas air putih.
"Kenapa Kakak tidak beri tahu aku?" tanya Melanie dengan wajah kecewa, tatapannya tak bisa lepas dari Queen yang masih memejamkan matanya.
"Maaf, aku juga sangat bingung kemarin" sahut Dafa seraya bangkit lalu duduk di kursi yang berada di sisi tempat tidur Queen.
"Kenapa Kakak membiarkan aku tahu dari orang lain? aku merasa sangat jahat, tidak memperdulikan dia yang terbaring tak berdaya" air mata Melanie mulai menetes, "bahkan mungkin aku yang menyebabkan dia seperti ini"
"Bukan karenamu, Mel. Queen pasti tahu akibatnya akan seperti ini saat kejadian itu" ucap Dafa menenangkan orang yang selalu menjadi yang paling istimewa di hati sepupunya itu. Walaupun Dafa tetap setia disamping Queen.
"Memangnya apa yang dia lakukan waktu itu?" tanya Melanie disela tangisnya.
"Menyusulmu ke bandara" balas Dafa singkat.
Melanie mendekap mulutnya lalu keluar, dia tidak kuat melihat keadaan orang yang biasanya tersenyum kepadanya itu kini terbaring tak berdaya, bahkan untuk bernapaspun dia harus dibantu dengan selang oksigen.
Dafa mengikuti Melanie keluar dan memeluknya, "Queen menyelamatkan nyawa seseorang, Mel. Dia pasti tidak akan menyalahkan siapapun karena memang tidak ada yang salah"
"Menyelamatkan nyawa seseorang?" tanya Melanie tak mengerti.
"Waktu itu dia sangat terburu-buru ingin menyusulmu ke bandara untuk minta maaf, tapi tiba-tiba ada anak kecil berlari ketengah jalan. Queen nyaris saja membunuh anak itu kalau dia tidak membelokkan arah motornya" ungkap Dafa menjelaskan, "anak itu selamat, dia tak terluka sama sekali"
"Tapi Queen? dia harus terbaring seperti mayat hidup dengan balutan perban dimana-mana" ucap Melanie lalu menyandarkan kepalanya di bahu Dafa, air matanya semakin mengalir deras.
###
Melanie memegang wajah Queen yang tak terbalut perban, padahal seluruh kelapanya dibalut perban tebal. Sejenak Melani jadi teringat ucapan Queen dulu, membuatnya sedikit tertawa geli. Dulu Melanie menganggap ucapan itu hanya bercandaan.
"Apa yang akan kamu selamatkan pertama kali kalau terjadi sesuatu yang buruk padamu?" tanya Melanie seraya menyandarkan kepalanya di bahu Queen yang menatap indahnya langit malam itu. Cowok itu sepertinya sedang menghitung bintang, karena sedari tadi mulutnya komat-kamit tidak jelas.
"Wajah tampanku" balas Queen mantap, "bukankah itu asetku?"
Melanie tertawa renyah mendengar jawaban Queen yang tak masuk akal itu, "apa kamu lebih menyayangi wajahmu daripada aku?"
"Ng...bisa dikatakan seperti itu" sahut Queen sambil mengacak-acak rambut Melanie, gemas. Kemudian dia ikut tertawa.
"Ternyata ucapanmu waktu itu benar, kamu terlalu menyayangi wajahmu" ucap Melanie sembari tersenyum kecil, "Queen,walaupun aku belum bisa memaafkanmu, aku tidak akan tega meninggalkanmu dalam keadaan seperti ini. Cepat bangun ya pangeran tampan, semua orang menunggumu"
"Bahkan dalam keadaan seperti ini, kamu masih tampak sangat menawan, Queen. Seharusnya namamu King atau Prince" ucap Melanie tanpa mengalihkan tatapannya dari wajah Queen yang tampak pucat.
"Ibunya tidak akan memberinya nama itu kalau Ayahnya tidak menginginkan anak perempuan" cetus Dafa yang baru saja masuk, cukup membuat Melanie terlonjak beberapa centi dari kursi yang didudukinya, "bagaimana keadaanmu?"
"Baik, sepertinya Kakak yang kurang baik" sahut Melanie seraya bangkit dan ikut duduk di sofa bersama Dafa.
"Ohya? aku baik-baik saja, bagaimana Queen apa sudah ada perkembangan?" tanya Dafa sambil mengeluarkan barang-barang dari dalam ranselnya.
Melanie menggeleng, "dia masih terlelap tidur, mungkin sedang bermimpi bertemu dengan bidadari. Jadinya enggan bangun"
"Buat apa dia bermimpi bertemu dengan bidadari? bidadarinya selalu ada disisinya" ungkap Dafa membuat pipi Melanie memerah karena malu.
"Setelah Queen sadar, aku langsung kembali ke Singapura. Kuliahku sudah akan mulai" ucap Melanie sembari tersenyum simpul.
"Kamu masih marah dengan Queen?" tanya Dafa dengan suara dipelankan.
Melanie menghembuskan napas berat, wajahnya menyaratkan kebimbangan.
"Mungkin. Dua tahun kami bersama tapi tiba-tiba dia berubah tanpa aku tahu alasannya" ucap Melanie lirih.
Dafa menepuk bahu Melanie pelan, "Queen mungkin berbuat salah, tapi tolong maafkan dia. Walaupun berat, tolong maafkan dia"
Melanie menatap cowok yang lebih tua tiga tahun darinya itu lekat-lekat, matanya memancarkan kebijaksanaan dengan guratan alis yang tegas. Sejenak ada pikiran konyol menyusupi kepalanya, mengapa dia dulu tidak bertemu dengan Dafa sebelum dengan Queen, pasti dia sekarang masih bahagia dengan Dafa. Namun Melanie langsung menepisnya jauh-jauh.
"Aku butuh waktu, Kak. Rasanya masih sakit, apalagi secara bersamaan ada orang lain yang menawarkan hatinya" ungkap Melanie membuat dahi Dafa berkerut.
"Maksud kamu?" tanya Dafa tak mengerti.
"Nara, teman Queen di klub basket semasa SMA. Dia hadir saat hubungan kami merenggang"
Dafa memegangi kepalanya yang tiba-tiba pening, dadanya juga terasa sesak.
"Kenapa secepat itu? aku yakin kamu tidak mencintainya, kamu hanya menganggapnya sahabat. Iya'kan?"
"Entahlah, Kak. Aku juga tidak tahu, tapi yang jelas Nara tidak pernah membuatku menangis" ucap Melanie sambil menatap entah kemana.
"Semua keputusan ada di tanganmu, tapi satu yang aku minta. Jangan sampai kamu menyakiti perasaanmu sendiri" ucap Dafa mewanti-wanti.
Melanie menganggukkan kepalanya.
###
"Kamu sudah jadian dengan Queen? beruntung sekali kamu, dia cowok paling ganteng di SMA ini. Banyak cewek yang ngejar-ngejar dia, tapi dia malah milih kamu" ucap Indri, teman sebangku Melanie, heboh. Mengundang tatapan aneh dari teman-teman sekelas mereka, tapi Indri tak peduli.
"Kamu pelan-pelan dong, aku bisa dikeroyok sama fans-fansnya Queen yang bejibun itu" keluh Melanie dengan suara dipelankan, takut ada yang mendengar.
"Cuek aja lagi, kamu baru dapat durian ambruk gitu. Queen? itu anugrah terindah, Mel" sahut Indri seraya menerawang langit-langit kelas.
Percakapan itu masih terngiang-ngiang di telinga Melanie, walau sudah dua tahun terlewat.
"Sekarang Queen bukan lagi anugrah terindah buat aku, Ndri. Dia berubah" gumam Melanie yang lebih ditujukan kepada dirinya sendiri, "waktu itu kita masih SMA, belum mengenal istilah serius"
Melanie memandangi frame warna emas yang didalamnya terdapat fotonya bersama Queen dengan seragam SMA dicorat-coret sambil tersenyum gembira. Saat foto itu diambil memang mereka ditengah perayaan kelulusan, dan itu sudah satu tahun berlalu.
Lamunan Melanie terputus ketika suara ringtone dari HPnya memanggil-manggil. Nama Nara terpampang dilayar HP, menunjukkan cowok jangkung itu yang meneleponnya.
"Halo, Nara. Ada apa?" tanya Melanie setelah menekan tombol yes.
"Tidak ada apa-apa, aku hanya ingin mendengar suaramu. Aku rindu" balas Nara dari seberang.
Melanie tertawa kecil, "kamu bisa saja, Ra. Kamu tidak sibuk?"
"Tidak, kebetulan aku free. Kamu dimana sih, kok aku cari di apartement kamu tidak ada?"
"Aku di Indonesia"
"Kamu pulang lagi? apa ada masalah?"
"Tidak. Hanya saja ada yang harus aku kerjakan disini"
"Oke, kalau sudah selesai cepat kembali. Aku mau mentraktirmu makan di restoran temanku, katanya enak"
"Boleh, ya sudah aku tutup ya"
"Oke, kalau kamu memang sedang sibuk. Bye"
"Bye" balas Melanie lalu memutuskan hubungan teleponnya dengan Nara, cowok yang cukup good looking dan yang terpenting dia peka terhadap perasaan Melanie.
"Nara memang tidak se-ganteng dan se-pintar Queen, tapi Nara lebih lembut dan peka. Apa aku terima tawaran Nara untuk melabuhkan hatiku kepadanya?" cetus Melanie menimbang-nimbang, namun tiba-tiba bayangan Queen muncul. Melanie cukup terkejut teringat wajah Queen yang tersenyum kepadanya lalu tiba-tiba berubah menjadi wajah Queen yang pucat karena sudah satu minggu lebih tak sadarkan diri.
Napas Melanie sampai terengah-engah tidak keruan, "Queen...kenapa aku tidak bisa mengacuhkanmu barang sedetik saja?"
###
Melanie membuka pintu kamar inap Queen dan hendak masuk, namun setelah melihat apa yang ada didalam ruangan itu Melanie mengurungkan niatnya dan pergi begitu saja.
"Melanie..." panggil Queen yang baru beberapa jam lalu sadar dari tidur panjangnya. Tapi Melani tidak mempedulikan panggilannya, terpaksa Queen mencabut paksa jarum infus yang menacap di punggung tangan kanannya, menyebabkan darah mengalir dengan suksesnya.
"Melan..." panggil Queen lagi seraya mengejar Melanie yang sudah menghilang, "Melan...kamu dimana?"
Melanie menghapus air matanya yang terus mengucur dari ujung matanya, entah mengapa hatinya sakit ketika melihat senyuman dari bibir Queen.
Queen dapat mengejar Melanie, senyumnya kembali mengembang.
"Melan" panggil Queen pelan, namun dapat menghentikan langkah Melanie yang lebar-lebar.
Melanie membalik badannya dan melihat Queen berdiri dengan payah di belakangnya, tangan kanannya berlumuran darah.
"Apa yang kamu lakukan disini, Queen?" bentak Melanie membuat Queen terkejut, "kamu masih harus istirahat disana"
"Lan, aku mau bicara denganmu" balas Queen lirih, sambil terus menatap Melanie dalam-dalam.
"Tidak ada yang harus kita bicarakan lagi" ucap Melanie seraya menghampiri Queen dan menggamit lengannya, "aku antar ke kamarmu, aku tidak mau dituduh melarikanmu"
Queen menahan tangan Melanie, "Lan, aku mohon..."
Melanie tidak menghiraukan ucapan Queen, dia terus berjalan setengah menyeret Queen yang kepayahan berjalan.
Melanie mengambil sapu tangannya lalu dililitkannya di tangan Queen yang berdarah, "tahan sebentar lagi"
Saat sampai didepan kamar inapnya kesadaran Queen menurun seketika, tubuhnya melemas dan Queen kembali tak sadarkan diri, membuat Melanie sangat panik.
"Queen, kamu kenapa?" tanya Melanie sambil terus memegangi tangan Queen. Melanie celingukan mencari orang supaya membantunya, namun tak ada seorangpun. Melanie baru ingat kalau saat itu malam telah sangat larut. Dengan sigap Melanie menelepon Ayah Dafa yang notabene adalah kepala rumah sakit.
###
"Kamu benar mau kembali ke Singapura sekarang?" tanya Dafa untuk yang kesekian kalinya selama diperjalanan menuju bandara.
"Iya, Kak, lagipula Queen sudah sadar" sahut Melanie tidak bisa menjawab pertanyaan Dafa. Karena menurut Dafa, masih ada keraguan dari nada bicara Melanie.
"Kata Ayah, tadi malam Queen keluar kamar dan mencabut selang infusnya. Aku tahu tadi malam kamu juga ada disana" ucap Dafa membuat Melanie salah tingkah.
"Lalu?"
Dafa menghela napas panjang, "apa kalian sudah bicara?"
Melanie memalingkan wajahnya keluar kaca mobil Dafa, "sudah" ucapnya tak benar-benar dari hatinya.
Dafa tiba-tiba memutar arah mobilnya, dia mengarahkan mobilnya menuju rumah sakit Ayahnya. Tidak peduli dengan Melanie yang memaksanya untuk menghentikan laju mobilnya.
"Kalian harus menyelesaikan urusan kalian. Jangan pergi dengan keadaan seperti ini" ucap Dafa sambil terus fokus ke jalanan yang dilaluinya.
"Aku ada janji dengan temannku, Kak, tolong turunkan aku disini" ucap Melanie setengah memohon, namun entah kenapa hatinya yang lain malah bersorak gembira.
"Lupakan janjimu dulu, Queen menunggumu"
###
Dafa menanyakan kepada setiap suster yang ditemuinya tentang keberadaan Queen, karena Queen tidak ada didalam kamarnya. Namun tidak ada yang tahu kemana perginya Queen.
Melanie juga sama, dia panik mencari Queen di seluruh ruangan rumah sakit yang luasnya bisa membuat kakinya gempor itu.
Dafa menarik tangan Melanie dan mengajaknya ke ruangan Ayahnya.
"Yah, dimana Queen?" tanya Dafa saat membuka pintu ruangan Ayahnya.
"Dafa, masuk kok tidak ketuk pintu dulu" sahut Ayahnya sambil geleng-geleng kepala.
"Tolong, Yah. Beritahu aku dimana Queen sekarang, bukannya kata Ayah tadi malam Queen perdarahan?" cetus Dafa tidak sabar.
Ayahnya tersenyum kecil, "kalian tenang saja. Queen tidak apa-apa, dia ada dirumahnya"
"Tapi, Om. Queen'kan..."
"Iya Melanie, dia memang masih sangat lemah. Makanya Om utus dokter Karen untuk merawatnya sampai Queen benar-benar pulih, Om tidak tega melihat Queen memohon-mohon untuk pulang" ungkap Ayah Dafa menjelaskan.
Dafa dan Melanie kompak menghembuskan napas lega.
"Kalian kesana saja kalau mau memastikan keadaan Queen" saran Ayah Dafa yang langsung disetujui Dafa dan Melanie.
###
Melanie langsung menghambur ke pelukan Queen yang baru saja selesai disuntikkan obat oleh dokter Karen.
"Melan, kamu kok masih disini?" tanya Queen heran, seharusnya gadis yang sekarang dipelukannya itu sudah terbang ke negeri singa sana.
"Mana mungkin aku meninggalkan orang bodoh sepertimu sendirian" balas Melanie seraya melepaskan pelukannya, pipinya sudah banjir air mata.
Queen tersenyum sembari menghapus air mata Melanie dengan ibu jarinya. Melani memegang tangan Queen yang tadi malam mengalami perdarahan.
"Maaf, gara-gara aku kamu terluka dan sakit" ungkap Melanie menyesal.
Queen menarik tangan kanannya yang diperban dan menempelkannya didada, "aku tidak peduli, sakitnya tidak seberapa. Karena sakit ditempat ini lebih menyiksaku"
Melanie ikut memegang dada Queen, membuat tangan keduanya bertumpuk.
"Aku akan membantumu menyembuhkannya" ucap Melanie sambil menatap mata Queen yang juga tengah menatapnya. Pandangan mereka bertemu.
Namun seketika Queen menundukkan kepalanya, "bagaimana Nara? bukannya kamu sedang dekat dengan dia?"
Melanie tampak salah tingkah mendengar ucapan Queen itu, ditambah Queen melepaskan tangan Melanie dari tangannya.
"Hatiku tidak bisa di bohongi, kalau aku hanya menyukaimu" ungkap Melanie kemudian memeluk Queen erat, seolah tak ingin melepaskannya lagi.
Queen tidak dapat membalas pelukan Melanie karena tangannya masih sakit, tapi hatinya dapat membalas perasaan Melanie sepenuhnya.
###
Dear Nara...
Maaf, aku tidak bisa memenuhi janjiku untuk makan bersamamu. Dan aku juga tidak bisa membalas perasaanmu, sekali lagi maaf. Disini pangeran tampanku lebih membutuhkanku, semoga kamu tetap baik-baik saja dan mendapat gadis yang jauh lebih baik dariku.
Kamu sahabat terbaik yang pernah aku miliki, dan tetaplah menjadi cute guy untuk semua orang.
You're best friend,
Melanie.
Nara membaca e-mail dari Melanie itu berulang kali, seperti mimpi dia mendapatkan jawaban yang tak diinginkannya. Walaupun hatinya sangat kecewa, Nara berusaha tetap menerima keputusan Melanie. Nara sadar, cepat atau lambat kenyataan pahit itu pasti akan dihadapinya.
"Aku tahu kamu akan memilih Queen, tapi aku senang sudah mengungkapkan perasaanku yang selama ini terpendam" Nara memeluk foto Melanie sambil terus mengucurkan air mata.


NB: Kembali ada cerpenku yang khayal bin khayalun, haha

Tidak ada komentar:

Posting Komentar