Senin, 24 Agustus 2015

[Cerpen] Fallen For You

Fallen For You
By: Miss Dhe
Bila boleh memilih, sebenarnya Verna tidak ingin jatuh cinta pada laki-laki itu. Wajahnya tanpa ekspresi, tatapannya tajam dan penuh teka-teki. Namun, hanya dengan menatapnya Verna tahu dia bukanlah laki-laki biasa.

“Aiden, apa kamu menyukai mitologi Yunani? Kamu tahu banyak kisah tentang dewa-dewa Olympus itu,” ucap Verna pada laki-laki yang selalu menekuni buku-buku sejarah dengan wajah datar itu.
“Tidak juga,” jawabnya tak acuh.
“Aku lihat kamu setiap hari bersembunyi di sini, kenapa tidak pergi ke kantin atau taman? Di sana lebih menarik,” cetus Verna mengalihkan topik pembicaraan.
“Di sana tidak ada buku,” sahut Aiden lagi-lagi tak acuh yang membuat Verna terkekeh. Gemas.
Laki-laki itu menatap Verna sekilas lalu kembali menekuni bukunya. Verna semakin gemas yang membuat kekehannya menjadi tawa. Verna menertawakan dirinya sendiri yang telah jatuh cinta pada pangeran kegelapan. Ya, Aiden memang seorang pangeran. Tepatnya pangeran kegelapan. Seperti ramalan yang pernah dia baca bahwa dirinya akan bertemu dengan pangeran keempat dari dunia kegelapan. Dan sejak menyapa Aiden di perpustakaan tempo hari, Verna tahu dialah pangeran keempat itu. Pangeran yang akan mengambil alih mutiara keabadian yang dia jaga.
©©©
“Kenapa kamu tidak menjauhiku seperti yang lain? Bahkan Clausa, teman dekatmu sudah memperingatkanmu,” ucap Aiden tiba-tiba, ketika Verna yang lagi-lagi menemaninya membaca buku di pojok paling sepi perpustakaan universitas.
Verna mengetuk-ngetukkan pulpennya ke dagu membuat pose berpikir, “mungkin aku salah memilih berteman denganmu, tapi aku merasa tidak akan terjadi apa-apa ketika aku bersamamu,” akunya jujur, dan Aiden mendengarnya.
“Mengapa?” tanya Aiden dengan suara yang terdengar seperti bisikan, namun masih dapat Verna dengar.
“Karena... aku percaya padamu,” ucap Verna seraya menatap mata Aiden dan mengunci tatapannya.
Tiga kata ajaib itu nyatanya mampu membuat dada Aiden seperti tersengat listrik. Bahkan tatapannya yang selalu waspada untuk beberapa saat kehilangan fokusnya.
©©©
“Verna!” Panggil Aiden seraya berlari menghampiri Verna yang sengaja berhenti di koridor karena mendengar panggilan laki-laki itu. Sedikit heran melihat mimik di wajah Aiden. Cemas? Verna belum pernah melihat ekspresi itu sebelumnya.
“Ada masalah?” tanya Verna khawatir. Bukan dengan apa yang akan Aiden sampaikan tapi pada laki-laki itu.
Aiden berhenti di hadapan Verna lalu tertegun. Tidak tahu apa yang harus dia katakan pada gadis itu, dan mengapa dia peduli?
Sementara itu hanya dengan melihat bagaimana Aiden menatapnya, Verna tahu bahwa waktunya semakin mendekat. Hal buruk dari yang terburuk akan segera datang.
©©©
Malam dengan bulan keperakan itu menemani Aiden dengan segala kecamuk di pikirannya, bahkan napasnya tiba-tiba tercekat ketika teringat dengan apa yang akan terjadi.
“Sudah lama menunggu?” suara lembut itu menyentakkan Aiden dan membawa pikirannya kembali.
Aiden mendongak lalu menggeleng singkat, “kamu datang?”
“Hahaha, buktinya?” sahut Verna terkekeh mendengar pertanyaan basa-basi Aiden, “apa yang terjadi? Mengapa mengajakku bertemu hampir tengah malam begini?”
Laki-laki itu terdiam cukup lama, bingung harus memulai dari mana. Namun, kemudian dia bangkit dan menatap Verna dengan intens. Seolah memberitahu Verna melalui tatapannya.
Verna menarik napas panjang lalu menghembuskannya perlahan, “aku sudah tahu bahkan sejak kita saling menyapa di perpustakaan waktu itu.”
Ucapan Verna tidak membuat Aiden terkejut, pemilik mutiara keabadian yang sedang dia cari pasti bukan manusia sembarangan.
“Ramalan yang kubaca menyebutkan bahwa aku harus memberikan mutiara itu pada pangeran keempat jika aku sudah memiliki keyakinan,” cetus Verna yang mau tidak mau membuat laki-laki di hadapannya terkejut, “pun ketika kita bertemu pertama kali, aku sudah yakin harus melakukan apa.”
Baru kali ini Aiden bertemu dengan orang yang mampu membolak-balikkan perasaannya. Namun, pertanyaannya adalah apakah makhluk seperti dirinya memiliki perasaan?
©©©
Aiden berlari sekuat tenaga mencari Verna sebelum ketiga saudaranya, Lewin, Aaron, dan Maxime yang sedang berkompetisi dengannya untuk mendapatkan mutiara keabadian yang menjadi syarat dari raja kegelapan sebagai penerus tahta kegelampan selanjutnya.
“Aiden!” panggil Verna yang melihat laki-laki itu berlarian dengan wajah panik.
“Verna!” segera Aiden menghampiri Verna dan menubruknya dengan pelukan. Belum pernah dia merasa selega itu.
“Tolong dengarkan aku baik-baik, dan tetap yakin bahwa aku tetap akan menjadi orang yang kamu percaya,” napas Aiden yang tersengal tidak dapat menyembunyikan nada lembut yang belum pernah Verna dengar, “berikan mutiara itu padaku,” lanjutnya.
Verna menatap ke dalam mata Aiden lalu tersenyum, “kapanpun kamu menginginkannya.”
©©©
Lewin, Aaron, dan Maxime tiba ketika ritual pemindahan mutiara berakhir. Aiden menuntun Verna agak menjauh dari tempat yang akan menjadi arena bertarung.
“Sudah kukatakan bahwa akulah pemilik takdir itu! Sekeras apapun kalian mencoba, tidak akan mendapatkannya!” seru Aiden sinis kepada ketiga saudaranya, “ramalan itu tidak pernah salah! Dan kutukan yang muncul bersama dengan ramalan itu juga benar!”
Ketiga saudaranya sontak tertegun. Mereka tidak mungkin tidak tahu apa isi ramalan yang Aiden sebut. ‘Takdir ini hadir bersama kutukan. Pangeran keempat adalah pemegang tahta terkuat dan hanya dia yang mampu menghancurkan keabadian bersama kebinasaan.’
Aiden bergumam memanggil pedangnya yang seketika muncul dalam genggamannya. Sekilas melirik Verna dan memastikan gadis itu jauh dari jangkauannya kemudian memfokuskan diri pada ketiga saudaranya yang menatap Aiden was-was.
“Selamat tinggal keabadian,” bisik Aiden sembari menutup mata, pedang di tangannya dia jatuhkan begitu saja. Verna terperanjat ketika melihat benda apa yang menggantikan pedang Aiden dalam genggaman laki-laki itu. Bandul liontin miliknya yang terbuat dari tembaga dan ditempa dengan api dari gunung berapi terpanas.
“Aiden! Jangan!” Verna berlari sekuat tenaga menjangkau Aiden, namun jarak yang terlalu jauh membuatnya terlambat. Aiden telah menancapkan logam itu tepat di dada kirinya.
“Aiden!”
“AIDEN!”
Teriakan Verna dan Lewin kompak terpekik ketika ledakan dahsyat menelan tubuh Aiden dan menyisakan pendar-pendar cahaya di langit yang muram. Lewin berlari dan menahan Verna supaya tidak mendekati sumber ledakan. Dia memeluk gadis itu protektif, seperti ketika memeluk Aiden. Adiknya.
Sementara Verna meraung dan memberontak dalam pelukan Lewin dengan air mata yang tidak mau berhenti mengalir, “aarrgghh! Aiden! Bodoh! Kamu berjanji melindungiku! Aiden!”
“Dia telah melindungimu, dengan caranya sendiri,” bisik Lewin yang seketika meluruhkan Verna. Gadis itu terduduk di tanah dengan bahu terguncang.
“Aarrgghh! Aiden!!!” raungnya mencoba melepaskan perasaan yang bergumul di dadanya. Sesak. Kosong. Hampa. Hancur.
Bahkan dirinya tidak menyangka hatinya telah jatuh terlalu dalam pada pangeran kegelapan yang entah bagaimana memiliki perasaan itu.
“Dan dia mencintaimu,” ucap Lewin yang nyatanya semakin menghancurkan Verna. Perasaannya tidak pernah timpang, cintanya tidak hanya sebelah pihak. Namun kini cinta itu binasa bersama keabadian.
The End

Tidak ada komentar:

Posting Komentar