Isyarat Brownies Cokelat
Oleh: Miss
Dhe
(Menjadi Juara 2 pada Event Menulis Cerpen yang diselenggarakan Penerbit Hanami tema Trilogi Jatuh Cinta)
Air sisa hujan sore tadi masih
membasahi bangku yang Varian duduki, tapi laki-laki itu tidak peduli. Dia hanya
membutuhkan tempat berlari. Melihat kebersamaan Ghia dengan laki-laki selain
dirinya selalu membuat dadanya ngilu, terlebih laki-laki itu adalah Gilang.
Orang yang pernah mengisi hati Ghia beberapa tahun lamanya. Cemburu. Sepertinya
kata yang paling tepat untuk menggambarkan perasaan Varian.
“Kamu kabur?” cetus Dhea dengan
nada mengejek, yang dibalas dengan decakan kesal dari Varian.
“Kenapa ikut kabur?” sahut
Varian tak acuh tanpa menatap gadis yang memiliki wajah sama dengan gadis yang
membuatnya tidak betah berada di pesta yang diadakan di rumahnya sendiri. Pesta
ulang tahun kakak perempuannya yang seharusnya menyenangkan baginya.
Dhea terkekeh dengan suara yang
selalu terdengar mengejek di telinga Varian, “Mana mungkin aku membiarkanmu
sendiri. Aku tidak mau besok didatangi polisi yang menemukan jasadmu!”
“Ck!” Dhea terbahak melihat
wajah Varian yang lucu ketika laki-laki itu kesal lalu menonyor kepala Varian
tanpa rasa bersalah. Sementara Varian hanya diam, tidak berniat meladeni Dhea
yang memiliki sifat berbanding terbalik dengan Ghia, saudara kembarnya. Ghia
memiliki sifat kalem dan anggun, sementara Dhea kebalikannya. Cuek dan sedikit
urakan.
Dhea menyodorkan benda berwarna
cokelat dengan harum khas yang selalu disukai Varian, “Sepertinya kamu
membutuhkan doping supaya cemburumu
hilang,” ucapnya santai.
“Ck, kamu tahu saja apa yang
aku mau. Terima kasih,” sahut Varian seraya mengambil benda itu dan segera
melahapnya dengan ganas. Varian selalu suka dengan sensasi pahit setelah
kuyahan ketiganya menggantikan rasa manis kue dengan warna cokelat gelap itu.
Brownies, kue favorit Varian sejak laki-laki itu mencicipinya di rumah Dhea
beberapa tahun lalu. Sebenarnya bukan masalah apa kuenya, tapi siapa yang
meberinya waktu itu. Ghia.
“Brownies itu seperti Ghia,
manis dan menggiurkan. Tapi setelah kunyahan ketiga rasa pahitnya baru muncul,”
Dhea terkekeh mendengar ucapan Varian yang entah sudah keberapa kalinya. Karena
setiap Varian memakan brownies, dia akan menganalogikan
kue itu dengan Ghia.
“Dasar bodoh!” umpat Dhea lalu
tertawa, menertawakan Varian juga dirinya sendiri.
@@@
Dhea menepuk bahu Varian yang
berdiri mematung di ambang pintu gerbang rumah Dhea, pemandangan yang dia lihat
seketika meluruhkan tekatnya.
“Mereka resmi kemarin di pesta
ulang tahun kakakmu,” ucap Dhea tanpa ditanya. Sementara Varian hanya menatap
nanar dua sejoli yang sedang duduk berdampingan sambil tertawa-tawa, bahkan
Ghia dan Gilang tidak sadar ada dua manusia yang sedang mengawasi mereka.
“Bagaimana bisa?” cetus Varian
dengan suara tercekat.
“Ck, retoris. Melihat riwayat
hubungan mereka dan kedekatan mereka akhir-akhir ini, orang bodoh juga tahu
kalau mereka bakal balikan,” sahut Dhea yang sebenarnya tidak dibutuhkan
Varian. Pertanyaannya memang retoris karena dia tahu dari gelagat Ghia yang
akhir-akhir ini sering menolak ajakannya pergi dan sering absen hangout bersamanya dan Dhea.
Varian membalikkan badan dan
berjalan meninggalkan rumah Dhea bersama perasaannya yang berkecamuk,
meninggalkan Dhea yang hanya menatapnya nanar.
@@@
Kedua alis Varian bertaut
ketika melihat sekotak brownies telah bertengger manis di meja terasnya pagi
itu, tanpa pikir panjang Varian mengambil brownies itu lalu membawanya masuk ke
dalam rumah.
“Kamu datang dari mana?” Tanya
Varian pada sekotak brownies di hadapannya, “Tidak mungkin dari Ghia ‘kan? Ghia
sudah resmi menjadi kekasih Gilang kemarin lusa.”
Varian menghela napas panjang,
mencoba menetralisir dadanya yang masih berdenyut sakit saat mengingat gadis
pujaannya itu lebih memilih kembali pada mantan kekasihnya dibandingkan dengan
dirinya yang selama ini selalu hadir dalam keterpurukan Ghia pasca putus dengan
Gilang.
@@@
Sekotak brownies dari entah
siapa itu setiap pagi menyapa Varian di teras rumahnya, walau tidak tahu siapa
pengirimnya seolah laki-laki itu akrab dengan rasa brownies anonim itu. Aroma
dan rasa yang begitu pas di lidahnya membuat Varian tidak pernah rela
menyisakannya sedikit pun.
Bahkan kini dia lebih tertarik
dengan brownies yang mungkin dikirim oleh secret
admirer-nya ketimbang terlarut dalam perasaan sakit hatinya atas kembalinya
Ghia dan Gilang. Seolah kue brownies itu sebuah isyarat untuknya supaya tidak
bersedih lagi, karena ada sosok lain yang akan dia temui selain Ghia.
Setidaknya itu yang kini berkembang dalam pikiran Varian.
Membayangkan siapa pengirim
brownies itu membuat dada Varian berdesir tanpa sebab dan merasakan kembali perasaan
yang menggelitik perutnya dan membuatnya tanpa sadar tersenyum sendiri.
“Kamu kenapa? Kesurupan?” suara
Dhea yang ketus membuyarkan lamunan Varian, menyebabkan laki-laki itu seketika
memukul lengan Dhea dengan kesal.
“Woii… santai, Bro. Kenapa sih?
Jangan-jangan…” cetus Dhea dan hampir mendapat pukulan lagi dari Varian kalau
dia tidak berhasil mengelak.
“Ck! Aku tidak sekotor itu!”
kesal Varian tidak terima dengan tuduhan Dhea yang bahkan dia paham tanpa harus
mendengar ucapan Dhea sampai selesai.
“Hahaha, aku tahu kamu bukan
laki-laki seperti itu. Aku bosan, bagaimana kalau kita pergi ke bioskop?” tawar
Dhea yang seketika membuat Varian menarik rambutnya yang dia biarkan tergerai.
Varian menatap Dhea kesal, “Bukan
gaya kita hangout ke bioskop. Kamu
sedang kasmaran?”
Dhea berdecak kesal, tertular
atmosfer yang melanda Varian. Dhea kemudian duduk di samping Varian sembari
melingkarkan tangannya dibahu temannya itu, “Tidak perlu kasmaran dulu untuk
menonton ke bioskop, aku ingin pergi menonton film action terbaru. Kalau kamu tidak mau aku akan pergi dengan yang
lain, hwek!”
“Oke, aku mau!” seru Varian
ketika Dhea telah meninggalkannya beberapa langkah. Dhea tersenyum penuh
kemenangan kemudian memberi isyarat kepada Varian untuk mengikutinya.
@@@
“Kenapa tidak ada adegan action-nya?” tanya Varian dengan
berbisik. Tatapan bodohnya terarah pada layar bioskop yang menampilkan sepasang
kekasih yang tengah bermesraan di tepi pantai ditemani cahaya jingga matahari
senja.
Dhea menghela napasnya panjang.
Entah mengapa tiba-tiba dia merasa kesal kepada teman baiknya itu. Dhea merogoh
ransel di pangkuannya kemudian melemparkan benda yang beberapa hari ini rutin
dia bawa.
Varian menatap benda kotak itu
dengan seksama lalu mengerutkan keningnya ketika merasa begitu familiar,
“Bagaimana bisa kamu memilikinya?”
“Aku pemiliknya,” sahut Dhea
kemudian menatap layar kembali.
“Kamu?”
Dhea mengangguk.
“Hanya satu orang yang bisa
membuat brownies dengan rasa seperti ini. Tapi itu bukan kamu,” cetus Varian
tidak percaya.
Dhea mencebik, “Kamu pikir Ghia
bisa membuat brownies jika dia bahkan untuk menghidupkan kompor saja tidak
bisa?!” bentak Dhea dengan suara meninggi. Tak peduli dengan pengunjung lain
yang segera menghadiahinya dengan tatapan tajam.
“Jadi? Kamu?” Varian masih belum
bisa mempercayai apa yang terjadi. Dhea? Gadis yang membuatnya begitu
tergila-gila dengan brownies. Bukan Ghia seperti yang dia kira selama ini.
“Ya. Aku menyukaimu. Bukan. Aku
mencintaimu, Var. Aku yang mencintaimu. Bukan Ghia,” tegas Dhea sebelum beranjak
meninggalkan kursinya. Varian tertegun.
“Dasar bodoh! Bagaimana aku
bisa tahu kalau kamu juga menyukaiku jika selama ini tingkahmu seolah-olah
tidak menganggapku sebagai seorang laki-laki,” Varian terkekeh kemudian
menyusul Dhea keluar dari gedung bioskop.
The End
Tidak ada komentar:
Posting Komentar