Fallen For You
By: Miss Dhe
Bila boleh memilih, sebenarnya Verna tidak
ingin jatuh cinta pada laki-laki itu. Wajahnya tanpa ekspresi, tatapannya tajam
dan penuh teka-teki. Namun, hanya dengan menatapnya Verna tahu dia bukanlah
laki-laki biasa.
“Aiden, apa kamu menyukai mitologi Yunani?
Kamu tahu banyak kisah tentang dewa-dewa Olympus itu,” ucap Verna pada
laki-laki yang selalu menekuni buku-buku sejarah dengan wajah datar itu.
“Tidak juga,” jawabnya tak acuh.
“Aku lihat kamu setiap hari bersembunyi di
sini, kenapa tidak pergi ke kantin atau taman? Di sana lebih menarik,” cetus
Verna mengalihkan topik pembicaraan.
“Di sana tidak ada buku,” sahut Aiden
lagi-lagi tak acuh yang membuat Verna terkekeh. Gemas.
Laki-laki itu menatap Verna sekilas lalu kembali
menekuni bukunya. Verna semakin gemas yang membuat kekehannya menjadi tawa.
Verna menertawakan dirinya sendiri yang telah jatuh cinta pada pangeran
kegelapan. Ya, Aiden memang seorang pangeran. Tepatnya pangeran kegelapan.
Seperti ramalan yang pernah dia baca bahwa dirinya akan bertemu dengan pangeran
keempat dari dunia kegelapan. Dan sejak menyapa Aiden di perpustakaan tempo
hari, Verna tahu dialah pangeran keempat itu. Pangeran yang akan mengambil alih
mutiara keabadian yang dia jaga.
©©©
“Kenapa kamu tidak menjauhiku seperti yang
lain? Bahkan Clausa, teman dekatmu sudah memperingatkanmu,” ucap Aiden
tiba-tiba, ketika Verna yang lagi-lagi menemaninya membaca buku di pojok paling
sepi perpustakaan universitas.
Verna mengetuk-ngetukkan pulpennya ke dagu
membuat pose berpikir, “mungkin aku salah memilih berteman denganmu, tapi aku
merasa tidak akan terjadi apa-apa ketika aku bersamamu,” akunya jujur, dan
Aiden mendengarnya.
“Mengapa?” tanya Aiden dengan suara yang
terdengar seperti bisikan, namun masih dapat Verna dengar.
“Karena... aku percaya padamu,” ucap Verna
seraya menatap mata Aiden dan mengunci tatapannya.
Tiga kata ajaib itu nyatanya mampu membuat
dada Aiden seperti tersengat listrik. Bahkan tatapannya yang selalu waspada
untuk beberapa saat kehilangan fokusnya.
©©©
“Verna!” Panggil Aiden seraya berlari
menghampiri Verna yang sengaja berhenti di koridor karena mendengar panggilan
laki-laki itu. Sedikit heran melihat mimik di wajah Aiden. Cemas? Verna belum
pernah melihat ekspresi itu sebelumnya.
“Ada masalah?” tanya Verna khawatir. Bukan
dengan apa yang akan Aiden sampaikan tapi pada laki-laki itu.
Aiden berhenti di hadapan Verna lalu
tertegun. Tidak tahu apa yang harus dia katakan pada gadis itu, dan mengapa dia
peduli?
Sementara itu hanya dengan melihat
bagaimana Aiden menatapnya, Verna tahu bahwa waktunya semakin mendekat. Hal
buruk dari yang terburuk akan segera datang.
©©©
Malam dengan bulan keperakan itu menemani
Aiden dengan segala kecamuk di pikirannya, bahkan napasnya tiba-tiba tercekat
ketika teringat dengan apa yang akan terjadi.
“Sudah lama menunggu?” suara lembut itu
menyentakkan Aiden dan membawa pikirannya kembali.
Aiden mendongak lalu menggeleng singkat,
“kamu datang?”
“Hahaha, buktinya?” sahut Verna terkekeh
mendengar pertanyaan basa-basi Aiden, “apa yang terjadi? Mengapa mengajakku
bertemu hampir tengah malam begini?”
Laki-laki itu terdiam cukup lama, bingung
harus memulai dari mana. Namun, kemudian dia bangkit dan menatap Verna dengan
intens. Seolah memberitahu Verna melalui tatapannya.
Verna menarik napas panjang lalu
menghembuskannya perlahan, “aku sudah tahu bahkan sejak kita saling menyapa di
perpustakaan waktu itu.”
Ucapan Verna tidak membuat Aiden terkejut,
pemilik mutiara keabadian yang sedang dia cari pasti bukan manusia sembarangan.
“Ramalan yang kubaca menyebutkan bahwa aku
harus memberikan mutiara itu pada pangeran keempat jika aku sudah memiliki
keyakinan,” cetus Verna yang mau tidak mau membuat laki-laki di hadapannya
terkejut, “pun ketika kita bertemu pertama kali, aku sudah yakin harus
melakukan apa.”
Baru kali ini Aiden bertemu dengan orang
yang mampu membolak-balikkan perasaannya. Namun, pertanyaannya adalah apakah
makhluk seperti dirinya memiliki perasaan?
©©©
Aiden berlari sekuat tenaga mencari Verna
sebelum ketiga saudaranya, Lewin, Aaron, dan Maxime yang sedang berkompetisi
dengannya untuk mendapatkan mutiara keabadian yang menjadi syarat dari raja
kegelapan sebagai penerus tahta kegelampan selanjutnya.
“Aiden!” panggil Verna yang melihat
laki-laki itu berlarian dengan wajah panik.
“Verna!” segera Aiden menghampiri Verna dan
menubruknya dengan pelukan. Belum pernah dia merasa selega itu.
“Tolong dengarkan aku baik-baik, dan tetap
yakin bahwa aku tetap akan menjadi orang yang kamu percaya,” napas Aiden yang
tersengal tidak dapat menyembunyikan nada lembut yang belum pernah Verna
dengar, “berikan mutiara itu padaku,” lanjutnya.
Verna menatap ke dalam mata Aiden lalu
tersenyum, “kapanpun kamu menginginkannya.”
©©©
Lewin, Aaron, dan Maxime tiba ketika ritual
pemindahan mutiara berakhir. Aiden menuntun Verna agak menjauh dari tempat yang
akan menjadi arena bertarung.
“Sudah kukatakan bahwa akulah pemilik
takdir itu! Sekeras apapun kalian mencoba, tidak akan mendapatkannya!” seru
Aiden sinis kepada ketiga saudaranya, “ramalan itu tidak pernah salah! Dan
kutukan yang muncul bersama dengan ramalan itu juga benar!”
Ketiga saudaranya sontak tertegun. Mereka
tidak mungkin tidak tahu apa isi ramalan yang Aiden sebut. ‘Takdir ini hadir bersama kutukan. Pangeran
keempat adalah pemegang tahta terkuat dan hanya dia yang mampu menghancurkan
keabadian bersama kebinasaan.’
Aiden bergumam memanggil pedangnya yang
seketika muncul dalam genggamannya. Sekilas melirik Verna dan memastikan gadis
itu jauh dari jangkauannya kemudian memfokuskan diri pada ketiga saudaranya
yang menatap Aiden was-was.
“Selamat tinggal keabadian,” bisik Aiden
sembari menutup mata, pedang di tangannya dia jatuhkan begitu saja. Verna
terperanjat ketika melihat benda apa yang menggantikan pedang Aiden dalam
genggaman laki-laki itu. Bandul liontin miliknya yang terbuat dari tembaga dan
ditempa dengan api dari gunung berapi terpanas.
“Aiden! Jangan!” Verna berlari sekuat
tenaga menjangkau Aiden, namun jarak yang terlalu jauh membuatnya terlambat.
Aiden telah menancapkan logam itu tepat di dada kirinya.
“Aiden!”
“AIDEN!”
Teriakan Verna dan Lewin kompak terpekik
ketika ledakan dahsyat menelan tubuh Aiden dan menyisakan pendar-pendar cahaya
di langit yang muram. Lewin berlari dan menahan Verna supaya tidak mendekati
sumber ledakan. Dia memeluk gadis itu protektif, seperti ketika memeluk Aiden.
Adiknya.
Sementara Verna meraung dan memberontak dalam
pelukan Lewin dengan air mata yang tidak mau berhenti mengalir, “aarrgghh!
Aiden! Bodoh! Kamu berjanji melindungiku! Aiden!”
“Dia telah melindungimu, dengan caranya
sendiri,” bisik Lewin yang seketika meluruhkan Verna. Gadis itu terduduk di
tanah dengan bahu terguncang.
“Aarrgghh! Aiden!!!” raungnya mencoba
melepaskan perasaan yang bergumul di dadanya. Sesak. Kosong. Hampa. Hancur.
Bahkan dirinya tidak menyangka hatinya
telah jatuh terlalu dalam pada pangeran kegelapan yang entah bagaimana memiliki
perasaan itu.
“Dan dia mencintaimu,” ucap Lewin yang
nyatanya semakin menghancurkan Verna. Perasaannya tidak pernah timpang,
cintanya tidak hanya sebelah pihak. Namun kini cinta itu binasa bersama
keabadian.
The End
Tidak ada komentar:
Posting Komentar